Sebetulnya nggak ada satu alasan khusus kenapa aku menyertakan Odaiba di dalam itinerary honeymoon trip ini. Hanya idealnya memang aku pengen ngeliat semua sudut kota Tokyo sih. Tapi ternyata memang kota ini terlalu luas untuk dijelajahi dalam waktu yang kurang dari satu minggu. Tapi bukan berarti aku sembarangan juga ya dalam memilih daerah di Tokyo yang ingin aku datangi. Odaiba memiliki keunikan tersendiri dimana daerah ini adalah sebuah pulau buatan di Teluk Tokyo. Perencanaan yang moderen membuatnya banyak memiliki ruang hijau dan pemisahan jalur pejalan kaki dengan jalur kendaraan bermotor yang tertata dengan baik. Beberapa mall yang berdiri di sana, menjadikan Odaiba juga sebagai pusat perbelanjaan yang banyak diminati turis.
Menuju Odaiba via Shimbashi
Stasiun Shimbashi milik JR
Berfoto di sekitar stasiun JR Shimbashi
Stasiun Shimbashi milik Yurikamome
Source: Wikipedia
Rute yang kami gunakan untuk menuju dan pulang dari Odaiba
Jalur kereta Yurikamome dengan pemandangan Teluk Tokyo dan Rainbow Bridge
Source: Jojoscope.com
Ada pengalaman lucu saat kami tiba di stasiun Daiba. Objek pertama yang kami ingin lihat di sana adalah replika Patung Liberty. Untuk itu aku menanyakan kepada seorang petugas di stasiun ke arah mana kami harus berjalan untuk melihat patung itu. Tapi ternyata orang ini kurang begitu paham bahasa Inggris. Bahkan saat aku menyebutkan 'Statue of Liberty' berulang-ulang: Liberty? Liberty? Tetap dia nggak tau. Nggak kurang akal, akhirnya aku ambil buku tulis dan pulpen (yang memang selalu aku bawa saat traveling), lalu mulai menggambar sketsa Patung Liberty seadanya kemudian menunjukkannya kepada petugas itu. Eh, ternyata dia paham! Padahal gambarnya cuma kaya yang dibawah ini nih.... Heheheh.... Dia lalu mengarahkan aku untuk melihat papan peta kawasan Odaiba dan menunjuk lokasi dimana replika Patung Liberty itu berada.
Sketsa yang membantuku menemukan lokasi Patung Liberty
Saat aku dan Chika berjalan menuju ke tempat Patung Liberty berada, kami merasakan betapa tenang dan sunyi sekali daerah Odaiba ini. Hanya sesekali saja ada kendaraan yang melintas saat kami disana. Suara burung Camar seolah menegaskan kembali bahwa daerah itu memang berbatasan langsung dengan laut. Sebelum akhirnya sampai ke tempat Patung Liberty, kami menyempatkan untuk foto-foto di sebuah dermaga kecil berpagar yang sepertinya memang hanya digunakan untuk menikmati pemandangan di Teluk Tokyo itu. Sewaktu berbalik badan, wah ternyata posisinya tepat sekali menghadap ke arah gedung yang menjadi ikon Odaiba. Gedung berwarna silver dengan bentuk yang sangat futuristik itu adalah kantor pusat dari sebuah televisi swasta di Jepang, yaitu Fuji Television atau yang seringkali orang Jepang lafalkan sebagai Fuji Terebi.
Berfoto dengan latar gedung Fuji Terebi
Soal berjalan kaki, aku memang sudah sangat terlatih karena di Jakarta-pun aku hampir setiap hari jalan kaki dari halte Transjakarta menuju kantor, dan juga sebaliknya. Tapi tidak begitu dengan Chika. Dia udah mulai terlihat lelah karena aku 'siksa' berjalan kaki sejak kedatangan kami di Tokyo... Hehehe... Kamipun memutuskan untuk istirahat sejenak. Kebetulan ada sebuah cafe bernama Seaside Cafe Solaris yang ada di depan dermaga Tokyo Water Bus, kami santai-santai dulu duduk di situ. Chika kemudian memesan Soft Ice Cream Green Tea yang ternyata rasanya enak banget! Di cafe ini juga menjual oleh-oleh berupa makanan maupun kerajinan tangan Jepang yang lucu-lucu, tapi berhubung itu masih hari pertama kami di sana jadi nggak terpikir untuk membelinya sebagai buah tangan. Pegal sudah sedikit hilang, kami melanjutkan jalan kaki untuk menuju tujuan utama yaitu Patung Liberty.
Dermaga Tokyo Water Bus di Odaiba Marine Park
Dari dalam cafe ini bisa memandang Raibow Bridge dari kejauhan
Replika Patung Liberty di Odaiba
Nonton Stand By Me Doraemon!
Area bioskop Cinema Mediage, di mall AquaCity, Odaiba
Adalah Chika yang memiliki ide untuk bisa menonton film yang digadang-gadang sebagai film terakhir dari Doraemon ini saat kami berada di Tokyo. Waktu itu memang di Indonesia sendiri film ini belum ditayangkan. Menurut perhitunganku di dalam itinerary kalau waktu yang paling lega untuk bisa nonton adalah di hari pertama. Rencana awal aku mau nontonnya di daerah Roppongi, karena kabarnya disana adalah bioskop yang paling besar dan paling bagus di Tokyo. Tapi karena jarak ke Roppongi dari Odaiba terbilang jauh, dan sudah gak ada tenaga lagi untuk berpindah tempat, maka aku putuskan untuk nonton di Odaiba aja. Kebetulan di mall Aqua City ada bioskop yang juga menayangkan film Stand By Me Doraemon.
Tiket nonton Stand By Me Doraemon
We were stood by Doraemon
Menuju ke loket pembelian tiket, kami cukup kaget dengan harga nonton di sana. Mahal juga ya untuk satu orang harus merogoh kocek sebesar 1,800 Yen atau kalau di kurs sekitar 216.000 Rupiah. Tapi beruntung hari itu adalah hari Rabu dimana sedang ada promo Ladies Day, sehingga untuk Chika harga tiketnya lebih murah yaitu 1,100 Yen (Rp 132.000). Sembari menunggu announcement untuk bisa masuk ke dalam studio bioskop, kami membeli hotdog yang dijual di concessions counter. Untuk ukuran snack di bioskop ini sih rasanya enak banget, apalagi saus keju yang dituang di atasanya. Gimana nggak enak, harganya aja 420 Yen alias 50 ribu Rupiah! ;D .... Tidak lama kemudian, kami dipersilahkan masuk ke dalam studio. Saat menonton film ini, kami mencermati bahwa habit orang Jepang saat menonton itu benar-benar sangat diam. Bayangkan, bahkan saat adegan lucupun hanya kami berdua yang tertawa! Saking lelahnya kami hari itu, ditambah film ini berbahasa Jepang tanpa disertai teks Bahasa Inggris, kami sempat tertidur lho di dalam bioskop. Pendapatku sendiri tentang film ini sih kurang memuaskan ya, karena pada dasarnya cerita film ini adalah kompilasi dari cerita-cerita serial Doraemon yang sudah pernah ditayangkan sebelumnya.
Toho Cinemas - Cinema Mediage
Aqua City 1F/ 2F, 1-7-1
Daiba, Minato-ku, Tokyo
http://hlo.tohotheater.jp (Website In Japanese)
Odaiba di Malam Hari
Kereta Yurikamome melintas di jalur depan gedung Fuji Terebi
Selesai menonton film, waktu telah menunjukkan pukul 6 petang. Dan begitu keluar dari mall, kami mendapati pemandangan di Odaiba jadi jauh lebih dramatis dibandingkan siang hari tadi. Lampu-lampu dari dalam gedung maupun yang ada di jalan sudah mulai dinyalakan. Bahkan saat memandang ke arah Rainbow Bridge, gemerlapnya kota Tokyo di malam hari juga nampak jelas di sana. Betul-betul pemandangan yang sangat menakjubkan. Kami bahkan bisa melihat Tokyo Tower yang bermandikan cahaya lampu dari kejauhan. Tidak ingin melewatkan pemandangan indah ini, maka kamipun kembali berfoto-foto walaupun tadi siang puas juga sebetulnya berfoto dari tempat yang sama.
Saatnya kembali ke Gotanda untuk menuju hotel. Udah nggak tahan pengen mandi karena jalan kaki seharian, plus kami memang terakhir mandi adalah di hari sebelumnya saat masih di Jakarta. Kalau tadi saat ke Odaiba menggunakan kereta Yurikamome, untuk pulang ini kami menggunakan kereta Rinkai Line dari stasiun Tokyo Teleport kemudian nanti turun di stasiun Osaki untuk ganti kereta JR Yamanote ke Gotanda. Sesampainya di Gotanda, kami memutuskan untuk mencari tempat makan malam dulu sebelum pulang ke hotel. Untungnya di sekitar stasiun Gotanda ini banyak sekali tempat makan, terutama makanan cepat saji. Memang kalau mau makan dengan harga yang agak miring di Jepang, pilihannya adalah makanan cepat cepat saji atau nasi bento yang dijual di minimarket.
Restoran atau tempat makan juga jadi salah satu bahan research sebelum aku berangkat ke Jepang. Jadi sewaktu disana aku sudah tau resto apa saja yang kira-kira harganya masih masuk bujet. Oh iya, kalau mau tau info lengkap soal resto di Jepang, bisa liat dari website Gurunavi. Di seberang stasiun Gotanda ada salah salah satu waralaba cepat saji yang sangat terkenal tidak hanya di Jepang, tapi sekarang juga sudah menjamur di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Ya, nggak salah lagi itu adalah resto Yoshinoya yang pertama kali muncul di kota Tokyo tahun 1899. Walaupun kami sudah pernah merasakan seperti apa rasa makanan di Yoshinoya yang ada di Jakarta, tapi kami tetap penasaran seenak apa ya versi aslinya di Tokyo.
Nah sewaktu kami makan di Yoshinoya ini pelayannya nggak bisa bahasa Inggris gitu, jadi sempet agak kikuk juga pas mau pesen makan. Untungnya orang yang duduk di sebelah kami ngebantuin. Kalau dari penampilannya yang rapi sih sepertinya pria muda itu habis pulang kantor. Dia cerita kalau sebelumnya dia lama tinggal di Amerika, jadi no wonder kalau fasih berbahasa Inggris. Dia sendiri yang orang Jepang mengakui kalo makan di Jepang itu mahal, tapi kalo Yoshinoya ini termasuk yang harganya oke. "Tapi jangan khawatir sama air (minum) it's free and refillable", tambahnya. Saat pesanan tiba, tidak lama pria itupun pamit duluan. Kami tentu mengucapkan terimakasih atas bantuannya. Kini tiba saatnya mencicipi semangkuk Gyudon Yoshinoya yang kesohor ituuuuu... Daaannnnn..... ternyataaaaaa... nggak enak! (T_T) Sumpah selama perjalanan kami di Jepang, itu makanan ter-nggak enak kami. Hmmm... Apanya ya yang salah. Lebih tepatnya mungkin kurang bumbu alias tasteless gitu. Bisa jadi nggak di semua cabang kaya gitu ya rasanya, tapi malam itu sepertinya untuk urusan perut dan lidah kami tidak beruntung.
Makan malam kami di Yoshinoya
Nah sewaktu kami makan di Yoshinoya ini pelayannya nggak bisa bahasa Inggris gitu, jadi sempet agak kikuk juga pas mau pesen makan. Untungnya orang yang duduk di sebelah kami ngebantuin. Kalau dari penampilannya yang rapi sih sepertinya pria muda itu habis pulang kantor. Dia cerita kalau sebelumnya dia lama tinggal di Amerika, jadi no wonder kalau fasih berbahasa Inggris. Dia sendiri yang orang Jepang mengakui kalo makan di Jepang itu mahal, tapi kalo Yoshinoya ini termasuk yang harganya oke. "Tapi jangan khawatir sama air (minum) it's free and refillable", tambahnya. Saat pesanan tiba, tidak lama pria itupun pamit duluan. Kami tentu mengucapkan terimakasih atas bantuannya. Kini tiba saatnya mencicipi semangkuk Gyudon Yoshinoya yang kesohor ituuuuu... Daaannnnn..... ternyataaaaaa... nggak enak! (T_T) Sumpah selama perjalanan kami di Jepang, itu makanan ter-nggak enak kami. Hmmm... Apanya ya yang salah. Lebih tepatnya mungkin kurang bumbu alias tasteless gitu. Bisa jadi nggak di semua cabang kaya gitu ya rasanya, tapi malam itu sepertinya untuk urusan perut dan lidah kami tidak beruntung.
Yoshinoya Gotanda Ekimae
1 Chome-13-7
Higashigotanda, Shinagawa, Tokyo, 141-0022
Cost for two: ¥ 1000 ~ 1200
www.yoshinoya.com (site in Japanese)
---
Sesampainya di hotel, kami segera menuju ke kamar. Kami agak shock saat mendapati kalau ternyata koridor hotel ini semi terbuka, persis seperti tipe lorong apartemen yang suka ada di film horor Jepang. Tapi nggak cuma sampai disitu aja, ada lagi hal yang membuat kami tidak kalah shock. Apakah itu? Lalu keseruan apa saja yang kami alami di hari kedua saat honeymoon di Tokyo? Tunggu kelanjutan tulisan blog ini nanti, "Bulan Madu di Jepang, Hari ke-2: Cara Kami Sampai ke Tokyo Disney Sea ". Thanks for reading, and stay tune!